pengen ngopas atau ngutip isi blog ini??? izin dulu kam bray ke razakiko@yahoo.com biar makin ganteng hehe :)

Nek Sugat: Sepotong Kenangan Bersama Nenek Rosmaniar br Lubis



Tu nenek na hami holongi, Nek Sugat . . .

Nenek. Iya izinkan aku sedikit bercerita tentang beliau. Hanya sedikit saja yang mampu kuceritakan. Jujur aku tak mengenali nenek secara mendalam. Wajar aku lahir dan dibesarkan di perantauan. Ide menulis tentang nenek ini tiba-tiba merasuki fikiran dan hatiku malam ini. Nenek yang mana yang akan kuceritakan? Nenek kami dari ibu, Rosmaniar begitulah dulu nama nenek ketika dipanggil oleh penjaga loket di rumah sakit Kota Bukittinggi ketika beliau berobat semasa aku masih kanak-kanak. Bukannya sombong teman tapi ibu dan ayahku selalu memuji ingatanku yang lumayan kuat kepada tamu-tamu yang datang. Berbekal ingatan ini kugoreskan sepotong kisah bersama nenek.

Rosmaniar boru Lubis itulah nama nenek kami. Beliau membesarkan anak-anaknya (ibu, mamak/tulang, dan etek) seorang diri setelah ompung kami meninggal dunia. Nek Sugi demikian lah panggilan akrab yang diberikan oleh pahompu (cucu-cucu)-nya ini. Nenek Uji seharusnya begitulah beliau disapa. Kenapa? Uji (Rahmat Fauzy Nasution) adalah cucu pertama dari nenek kami. Biasanya nama cucu pertama ini akan melekat dengan nama panggilan kekerabatan layaknya suku  Mandailing atau Batak kebanyakan. Aduh gini aja kukasih contoh aja ya hehe, misalnya ompung uji (kakek dengan cucu pertama bernama uji), nenek uji (nenek dengan cucu pertama bernama uji), umak uji (ibu dengan anak pertama bernama uji), ayah uji (ayah dengan anak pertama bernama uji). Jadi jangan berharap ada umak eki, ayah eki karna aku anak kedua dan ompung eki atau nenek eki karna aku cucu nomor empat. Jadi nenek kami bisa juga dipanggil dengan umak Rof (ibu kami anak pertama). Ok kembali ke cerita pemirsa. Panggilan nek sugi atau nek sugat lebih populer, yang memberikannya adalah kakak kami (Radhikalia Ferdana boru Lubis, cucu no 2 ini hehe). Kenapa? Ya karna si nenek menyugi atau martimbako. Nah orang kota mulai bingung wayo???? Nenek kami mengkonsumsi tembakau, caranya dari gulungan tembakau itu diambilnya secubit, hap langsung masuk baba (mulut), sugi itu kemudian diincop (dihisap) hingga manisnya habis kemudian ditempelkan pada gigi depan atas sehingga bibir pun tampak agak membengkak dengan serabut tembakau yang sekali-kali nongol hehe. Efeknya ya sama kek merokok, candu. Pernah sih kami coba berbuat seperti nenek, maklum anak-anak sukanya meniru. Cuih langsung kami ludahkan karna rasanya yang pahit. Akhirnya kami menggunakan serabut jagung rebus yang rasanya manis hehe. Tapi kenapa ga nenek pining aja ya? Secara kan nenek gemar makan buah pinang sehabis makan. 

Holongan dope roha ni nenek muyu on tu pahompu nia na di ranto pado na donok. Wesss menurutku sih ga benar kata-kata tadi. Nenek sayang semua cucunya, bukan hanya kami yang jauh di rantau tapi cucu-cucunya yang dekat di kampung halaman juga. Mungkin perlakuan beda itu kami rasakan karna kami tidak dapat berjumpa setiap hari dengan nenek. Paling tidak ya sekali setahun itu pun pas hari raya. Setiap kedatangan dan kepulangan kami disambut dengan air mata dengan isakan serta pelukan hangat. Aku paham apa yang solot di bagasan rohamu nek, pasti bayangan masa lalu membayangi fikiranmu saat-saat dahulu berkumpul bersama dalam sakitnya hidup kekurangan. Sekarang telah berbuah kebahagiaan yang manis. Jamaah ooo jamaah alhamdu . . . . lillah. 

Diingat neneknya pas kita ke kobun itu??? Umur berapa yak aku ari tu??? Keknya belum masuk sekolah la itu hehe. Duduk tenang di boncengan kareta (sepeda). Orang-orang bilang ari tu dah pas kek anaknya bodat  hatcimmmmmmm. “Eki kalek ato-ato”, gitulah nyanyian masa kecil karangan nenek khusus buatku. Pernah juga aku dibilang anak yatim piatu karna ga mau ikut pulang ke kampung bapak. Di kampung ibu ini aku diservice ala anak raja. Kebetulan ari tu emang lagi ga pengen makan aja. Wow ditawari ini itu karna dikira merajook. Memasak lomang dan alame sehari sebelum lebaran. Markelah (makan-makan bersama di suatu tempat). Banyak lagi sebenarnya kenangan bersama nenek kami yang anti jalan-jalan karna suka mabuk di perjalanan ini. Nenek yang tak pernah betah kalau dibawa ke Kota Bukittinggi atau keluar dari kampung ini. Nenek yang tegar saat melihat kematian dua orang puteranya (Mak Emris/ Ayah Bella dan Mak Pilin/ Ayah Aufa). 

Tuhan panjangkan umur nenek kami. Hanya dia seorang yang sempat kurasakan kasih sayangnya. Ya aku tak sempat mengenal sosok ompung dari ayah maupun ibu serta nenek dari ayah. Dalam perjumpaan singkat pinomat ketika arrayo (lebaran) aku mengenal sosok wanita yang tegar dan mengayomi di sini. Kita rangkai lagi kisah-kisah baru ya nek hehe. Kami semua sayang nenek.